Hadiah dari Ayah

Seorang pemuda sebentar lagi akan diwisuda, sebentar lagi dia akan menjadi seorang sarjana, akhir dari jerih payahnya selama beberapa tahun di bangku pendidikan.

Beberapa bulan yang lalu dia melewati sebuah showroom, dan saat itu dia jatuh cinta kepada sebuah mobil sport, keluaran terbaru dari Ford.

Selama beberapa bulan dia selalu membayangkan, nanti pada saat wisuda ayahnya pasti akan membelikan mobil itu kepadanya.

Dia yakin, karena dia anak satu-satunya dan ayahnya sangat sayang padanya.
Dia pun berangan-angan mengendarai mobil itu, bersenang-senang dengan teman-temannya, bahkan semua mimpinya itu dia ceritakan keteman-temannya.

Saatnya pun tiba, siang itu, setelah wisuda, dia melangkah pasti ke ayahnya.
Sang ayah tersenyum, dan dengan berlinang air mata karena terharu dia mengungkapkan betapa dia bangga akan anaknya, dan betapa dia mencintai anaknya itu.

Lalu dia pun mengeluarkan sebuah bingkisan… bukan sebuah kunci! Dengan hati yang hancur sang anak menerima bingkisan itu, dan dengan sangat kecewa dia membukanya.
Dan dibalik kertas kado itu ia menemukan sebuah Alkitab yang bersampulkan kulit asli, di kulit itu terukir indah namanya dengan tinta emas.

Pemuda itu menjadi marah, dengan suara yang meninggi dia berteriak, “Yaahh… Ayah memang sangat mencintai saya, dengan semua uang ayah, ayah belikan Alkitab ini untukku?” Lalu dia membanting Alkitab itu dan lari meninggalkan ayahnya.
Ayahnya tidak bisa berkata apa-apa, hatinya hancur, dia berdiri mematung ditonton beribu pasang mata yang hadir saat itu.

Tahun demi tahun berlalu, sang anak telah menjadi seorang yang sukses, dengan bermodalkan otaknya yang cemerlang dia berhasil menjadi seorang yang terpandang.
Dia mempunyai rumah yang besar dan mewah, dan dikelilingi istri yang cantik dan anak-anak yang cerdas. Sementara itu ayahnya semakin tua dan tinggal sendiri.

Sejak hari wisuda itu, anaknya pergi meninggalkan dia dan tak pernah menghubungi dia.
Dia berharap suatu saat dapat bertemu anaknya itu, hanya untuk meyakinkan dia betapa kasihnya pada anak itu.

Sang anak pun kadang rindu dan ingin bertemu dengan sang ayah, tapi mengingat apa yang terjadi pada hari wisudanya, dia menjadi sakit hati dan sangat mendendam.

Sampai suatu hari datang sebuah telegram dari kantor kejaksaan yang memberitakan bahwa ayahnya telah meninggal, dan sebelum ayahnya meninggal, dia mewariskan semua hartanya kepada anak satu-satunya itu.

Sang anak disuruh menghadap jaksa wilayah dan bersama-sama ke rumah ayahnya untuk mengurus semua harta peninggalannya.
Saat melangkah masuk ke rumah itu, mendadak hatinya menjadi sangat sedih, mengingat semua kenangan semasa dia tinggal di situ.
Dia merasa sangat menyesal telah bersikap jelak terhadap ayahnya.

Dia menelusuri semua barang dirumah itu. Dan ketika dia membuka brankas ayahnya, dia menemukan Alkitab itu, masih terbungkus dengan kertas yang sama bertahun-tahun yang lalu.
Dengan air mata berlinang, dia lalu memungut Alkitab itu, dan mulai membuka halamannya.
Di halaman pertama dia membaca tulisan tangan ayahnya,

“dan kamu yang jahat tahu memberikan yang baik kepada anakmu, bagaimana Bapamu yang di sorga akan memberikan apa yang kamu minta kepada-Nya” Matius 7:11

Selesai dia membaca tulisan itu, sesuatu jatuh dari bagian belakang Alkitab itu. Dia memungutnya… sebuah kunci mobil! Di gantungan kunci mobil itu tercetak nama dealer, sama dengan dealer mobil sport yang dulu dia idamkan! Dia membuka halaman terakhir Alkitab itu, dan menemukan di situ terselip STNK dan surat-surat lainnya, namanya tercetak di situ, dan sebuah kuitansi pembelian mobil, tanggalnya tepat sehari sebelum hari wisuda itu.

Dia berlari menuju garasi, dan di sana dia menemukan sebuah mobil yang berlapiskan debu selama bertahun-tahun, meskipun mobil itu sudah sangat kotor karena tidak disentuh bertahun-tahun, dia masih mengenal jelas mobil itu, mobil sport yang dia dambakan bertahun-tahun lalu.
Dengan buru-buru dia menghapus debu pada jendela mobil dan melongok ke dalam.
Bagian dalam mobil itu masih baru, plastik membungkus jok mobil dan setirnya, di atas dashboard-nya ada sebuah foto, foto ayahnya, sedang tersenyum bangga.

Mendadak dia menjadi lemas, lalu terduduk di samping mobil itu, air matanya tidak terhentikan, mengalir terus mengiringi rasa menyesalnya yang tak mungkin diobati.

Seringkali kita membuat kesalahan dalam menilai orang lain, kita selalu hanya melihat berdasarkan pandangan atau prasangka yang keliru? Hal ini memang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini memang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Kita seringkali menilai orang lain dengan cara pandang kita sendiri, tanpa benar-benar mencoba memahami mereka dengan cara yang berbeda.

Anak dalam kisah tersebut awalnya hanya memikirkan mobil sport yang diinginkannya,
sementara ayahnya memberikan hadiah Alkitab yang sangat berharga buat hidupnya.
Namun, sayangnya, anak itu tidak bisa melihat nilai dari hadiah tersebut pada saat itu.

Kisah tersebut memberikan pelajaran penting tentang bagaimana kita seharusnya menilai orang lain dan menghargai orang-orang terdekat kita.

Ketika kita belajar memperlakukan orang lain dengan penuh pengertian dan penghargaan, kita akan membangun hubungan yang lebih kuat dan lebih berarti.

Ketika kita menyadari kesalahan kita dan meminta maaf dengan tulus, kita dapat memperbaiki hubungan yang rusak dan membangun kembali kepercayaan yang telah hilang.

Kita harus selalu menghargai dan mencintai orang-orang terdekat kita, bahkan ketika kita sedang sibuk mengejar kesuksesan atau kebahagiaan materi.

Kita harus belajar untuk menilai orang lain dengan cara yang benar-benar memahami perspektif mereka, bukan hanya berdasarkan pandangan kita sendiri.

Dalam hal ini, rasa empati dan pengertian merupakan kunci utama untuk membangun hubungan yang sehat dan bahagia.

Leave a comment